Selasa, 26 Agustus 2014

Pertapaan Gunung Kawi Bebitra

Sejarah Pertapaan Gunung Kawi Bebitra



            Pertapaan Gunung Kawi Bebitra, Bitra, Gianyar merupakan pertapaan yang berbentuk lorong buntu yang membentang dari arah utara ke selatan. Pertapaan ini terdiri dari dua dinding sebelah barat dan sebelah timur. Dinding sebelah barat dari arah utara terdapat : pancoran, sebuah ceruk kecil yang berisi arca kepala, relief Wayang, relief Tantri, relief Garuda. Pada dinding sebelah timur membentang dari utara keselatan : sebuah ceruk yang berfungsi sebagai tempat sesaji, goa-goa yang berfungsi sebagai tempat bertapa, relief Kalasungsang, relief Dwarapala dan relief perwujudan laki-laki dan perempuan. Pertapaan ini juga menyimpan subuah ceruk besar yang terdapat disebelah selatan pertapaan dan diperkirakan digunakan untuk tempat bertapa mengingat bentuk dan ukuranya.

Perkiraan Asal-usul Pertapaan Gunung Kawi Bebitra  
            Menurut tokoh-tokoh adat Desa Bitra, konon Pertapaan Gunung Kawi Bebitra merupakan peninggalan dari Desa Peling dengan Pimpinannya yang bernama Mas Pahit dengan patihnya bernama Wedang Serawah (sepupu Mas Pahit). Sebagai pimpinan Desa Peling Mas Pahit sangat dihormati dan disegani oleh rakyatnya. Mas Pahit juga adalah seorang pemimpin yang tegas dan bijaksana dalam mengambil suatu keputusan, serta tidak pilih kasih/pandang bulu dalam menerapkan hukuman apabila rakyatnya bersalah. Dalam setiap permasalahan Mas Pahit selalu mengambil jalan musyawarah dan selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dibandingkan dengan kepentingan individu atau kelompok. Beliau juga memiliki istri –istri  yang cantik yang mendampingi dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Karena Mas Pahit memiliki istri-istri yang cantik maka Wedang Serawah  tergoda oleh salah satu seorang istri Mas pahit, terjadilah hubungan gelap antara salah satu istri Mas Pahit dengan Wedang Serawah. Hubungan gelap tersebut akhirnya diketahui oleh Mas Pahit yang menyebabkan terjadinya perkelahian antara Mas Pahit dengan Wedang Serawah yang berujung pada kekalahan Wedang Serawah. Mas Pahit yang emosi kemudian mengejar Wedang Serawah hingga terjatuh di suatu tempat yang sekarang dinamakan Desa Marga Sengkala, Wedang Serawah terus saja dikejar sehingga dia sampai ditempat perburuan yang sekarang dinamakan Desa Buruan. Meskipun Wedang Serawah sempat bersembunyi di suatu tempat yang sekarang dinamakan Desa Celuk, tapi akhirnya ia ditemukan juga oleh Mas Pahit yang kemudian lehernya dipenggal, tempat dipenggalnya Wedang Serawah dinamakan bebaung yang sekarang bernama Desa Semabaung. Setelah itu Mas Pahit kembali ke Desa Peling dan mulai melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
Entah berapa lama setelah kejadian terbunuhnya Wedang Serawah dan tanpa diketahui penyebab yang pasti, maka terjadilah satu kejadian yang luar biasa yang merupakan awal dari kejatuhan Desa Peling. Dari wabah serangga beracun/semut api yang berjuta-juta jumlahnya menyerang rakyat Desa Peling. Tentara gaib itu menghancurkan dan memporak – porandakan Desa Peling, Masyarakat yang sebelumnya hidup damai kini tercerai berai karena takut serangan dari serangga yang berbahaya  tersebut.
Peninggalan Desa Peling berupa tempat suci,  yang masih ada sampai dengan saat ini adalah  :
1.
Pura Buda Ireng, yang piodalannya jatuh pada hari Buda Wage Langkir.
2.
Pura Puseh yang hari piodalannya jatuh pada hari Buda Umanis Medangsiya
3.
Jika ditinjau dari segi ulu Desa Peling di utaranya yang berbukit yaitu Pura Bukit Pucak Sari Bitra dan Pertapaan Gunung Kawi Bebitra yang juga telah diakui sebagai peninggalan sejarah purbakala dan merupakan cagar budaya. Sedangkan bekas wilayah Desa Peling yang sekarang menjadi wilayah persawahan disebut juga dengan sebutan Subak Pelengan.
Konon fungsi dari Pertapaan Gunung Kawi Bebitra tersebut digunakan untuk menenangkan hati dari Mas Pahit dikala dihadapkan pada suatu masalah. Sehingga di pertapaan tersebut terdapat relief Tantri yang menggambarkan kebijaksanaan, terdapat juga relief Garuda yang menggambarkan Ketenangan, karena mengeluarkan tirta amerta dari mulutnya.
Dalam penelitian Sunantara, tentang Pertapaan Gunung Kawi Bebitra, mengatakan bahwa selain difungsikan sebagai tempat pertapaan tapi juga difungsikan juga sebagai tempat pertirtaan. Pertirtaan ini mendapat air dari sumber mata air di sebelah barat laut dari dinding sebelah barat, selanjutnya mengalir kepancuran yang berbentuk tonjolan, airnya juga dialirkan kepancuran Garuda melalui parit atau jaladwara, karena jaladwara sudah rusak sehingga air tidak sampai kepancuran tersebut, melainkan merembes kesamping (Sunantara, 1989: 48).    
Cerita Dari Masing Relief Pertapaan Gunung Kawi Bebitra 


Bentuk dan Diskripsi Pertapaan Beserta Tinggalannya
            Pertapaan Gunung Kawi Bebitra merupakan sebuah pertapaan yang memiliki berbagai tinggalan arkeologi yang berbentuk relief, arca, maupun ceruk-ceruk atau gua-gua yang difungsikan sebgai tempat bertapa, maka sebelum mendeskripsikan bentuk relief Tantri yang menjadi fokus penelitian, alangkah baiknya mengetahui bentuk-bentuk tinggalan arkeologi selain relief Tantri itu sendiri. Pertapaan Gunung Kawi Bebitra yang terletak di Banjar Roban, Desa Bitera, Gianyar, merupakan pertapaan berbentuk lorong buntu.
            Relief-relief yang terdapat di Pertapaan Gunung Kawi Bebitra, dibagi menjadi dua dinding yaitu, dinding sebelah barat dan dinding sebelah timur. Dinding sebelah barat dari utara terdapat relief wayang dengan deskripsi berdiri tegak, tangan kiri berada di pinggang, tangan kanan diangkat dan ditekuk seolah-olah sedang bicara, telinga ada antingnya, muka berbentuk bulat dan tersenyum . Letak relief wayang ini diantara panil utara dan tengah relief Tantri, terdapat juga relief Garuda dengan deskripsi, sikap kaki bersila, kedua tangan berada diperut seperti dalam sikap semedi, memakai mahkotha, mata melotot, dan bersayap. Letak relief Garuda ini di sebelah selatan relief Tantri.

            Dinding sebelah timur, terdapat relief antara lain, dari utara terdapat relief Kalasungsang dengan deskripsi kepala dan tangan berada di bawah, raut muka seram seperti raksasa dengan gigi yang besar dan mata melotot, di sebelah selatan relief Kalasungsang ditemukan dua relief Dwarapala, dari utara deskripsinya berwujud seram, mata melotot, gigi besar, tangan kiri diangkat dan tangan kanannya memegang senjata, sedangkan untuk yang satunya lagi, muka kurang jelas, tangan kiri diangkat keatas dan tangan kanan berada di pinggang, dilanjutkan ke sebelah selatan relief Raksasa ditemukan dua relief perwujudan laki-laki dan perempuan. Relief laki-laki yang terdapat disebelah utaranya diskripsinya sebagai berikut tangan kanan memegang dada sedangkan tangan kiri digambarkan sedang memegang perut untuk mukanya kurang jelas, sedangkan yang perempuan digambarkan kedua tangan berada di perut, rambut digulung ke atas untuk mukanya agak kemayu-mayuan mirib seperti perempuan      






















































Pertapaan Gunung Kawi Bebitra juga menyimpan arca kepala yang sangat disucikan oleh masyarakat sekitar, arca perwujudan ini mirib seperti manusia dengan rambut lurus ke belakang arca perwujudan initerdapat di dinding sebelah barat tepatnya di atas pancoran pertirtaan.
            Pertapaan Gunung Kawi Bebitra juga memiliki tinggalan berupa ceruk-ceruk dan gua-gua, menurut informasi dari I Made Lanus juru pelihara di pertapaan ini ceruk yang terdapat disebelah selatan pertapaan merupakan ceruk yang digunakan untuk bertapa , selain itu terdapat juga ceruk yang sekarang digunakan untuk menaruh banten (sesaji), ceruk ini terdapat disebelah utara pertapaan. Pertapaan ini juga memiliki gua-gua, dari informasi yang di dapat gua-gua ini dulunya digunakan untuk tempat bertapa.

Bentuk dan Diskripsi Relief Tantri
            Relief Tantri yang terpahatkan di sebelah barat dinding, Pertapaan Gunung Kawi Bebitra yaitu :
Panil Sebelah Utara
Panil ini menceritakan Singa Pinggala dalam posisi jongkok kedua kaki belakang ditekuk dan kaki depan diangkat seolah-olah sedang bicara dengan lima ekor Anjing Sembada yang ada di depanya. Posisi lima Anjing Sembada sendiri, empat ekor diantranya dalam posisi jengkok seolah-olah sedang bicara dan seekor lagi dalam sikap terkelungkup. Latar belakang tempat kejadiannya di tengah hutan bisa dilihat dari gambaran tempat kejadian yang banyak terdapat pepohonan yang lebat, bentuk panil ini adalah segi empat panjang panil : 106 cm, lebar panil : 88
Panil Tengah
  Panil ini menceritakan enam ekor Anjing Sembada dalam posisi berlari di tengah hutan, hal ini bisa dilihat dari adanya banyak pepohonan, bentuk panil ini adalah segi empat, panjang panil : 103 cm, lebar 86cm
Panil Selatan
Panil ini menceritakan pertarungan antara Lembu Nandaka dengan empat ekor Anjing Sembada, hal itu terlihat dari posisi Lembu Nandaka yang seperti menanduk. Latar belakang kejadianya di tengah hutan terlihat dari adanya banyak pepohonan, bentuk panil segi empat panjang, panjang panil : 110 cm, lebar panil : 85 cm
 
  



3 komentar: